1.
Definisi Leadership
Dalam kata Leadership terdapat
kata Leader yang berarti pemimpin. Pengertian
Leadership atau kepemimpinan menurut para ahli adalah kemampuan dalam mengatur
dan mengelola sebuah organisasi yang mencakup kepentingan organisasi tersebut. “Kepemimpinan merupakan
salah satu fenomena yang
paling mudah di
observasi tetapi menjadi salah
satu hal yang
paling sulit dipahami” (Richard
L. Daft,1999).
Dalam kepemimpinan tentu ada seorang pemimpin yang bertugas
untuk menjalankan semua kegiatan dalam pengaturan sebuah organisasi atau
perusahaan. Istilah Leadership berkaitan dengan kecakapan, sikap, keterampilan
dan pengaruh seseorang terhadap apa yang ia pimpin. Kepemimpinan juga berkaitan
dengan kemampuan seseorang untuk mengatur sebuah organisasi demi mencapai
tujuan bersama. Peran pemimpin sangat diperlukan untuk mengajak orang untuk
bersama-sama mencapai tujuan tersebut. Leadership atau kepemimpinan tidak
terlepas dari tanggung jawab seorang pemimpin ketika memimpin sebuah
organisasi. Seorang pemimpin tentu harus memenuhi segala macam kualifikasi yang
diburtuhkan, termasuk dalam memberikan contoh yang baik kepada tim atau
bawahannya, sehingga ia layak disebut sebagai seorang pemimpin.
2.
Teori Kepemimpinan Partisipatif
A. Teori
X & Teori Y dari Douglas McGregor
Teori X dan Teori Y adalah teori motivasi manusia diciptakan
dan dikembangkan oleh Douglas McGregor di Sloan School of Management MIT pada
tahun 1960 yang telah digunakan dalam manajemen sumber daya manusia, perilaku
organisasi, komunikasi organisasi dan pengembangan organisasi.
Teori ini diungkapkan oleh Douglas McGregor yang
mengemukakan strategi kepemimpinan efektif dengan menggunakan konsep manajemen
partisipasi. Konsep terkenal dengan menggunakan asumsi-asumsi sifat dasar
manusia. Pemimpin yang menyukai teori X cenderung menyukai gaya kepemimpinan
otoriter dan sebaliknya, seorang pemimpin yang menyukai teori Y lebih menyukai
gaya kepemimpinan demokratik. Untuk kriteria karyawan yang memiliki tipe teori
X adalah karyawan dengan sifat yang tidak akan bekerja tanpa perintah,
sebaliknya karyawan yang memiliki tipe teori Y akan bekerja dengan sendirinya
tanpa perintah atau pengawasan dari atasannya. Tipe Y ini adalah tipe yang
sudah menyadari Teori X dan Teori Y ialah teori motivasi manusia yang dicipta
dan dibangunkan olehDouglasMcGregor pada 1960-an. Teori ini mengemukakan
strategi kepemimpinan efektif dengan menggunakan konsep
pengurusanberpenyertaan.
Konsep ini terkenal dengan menggunakan anggapan-anggapan
sifat dasar manusia. Pemimpin yang menyukai teori X cenderung menyukaigaya
kepemimpinan melalui kuasa dan sebaliknya, seorang pemimpin yang menyukai teori
Ylebih menyukai gaya kepemimpinan demokratik. Sebagai contoh, karyawan yang
memiliki jenisteori X adalah karyawan dengan sifat yang tidak akan bekerja
tanpa perintah, sebaliknyakaryawan yang memiliki jenis teori Y akan bekerja
dengan sendirinya tanpa perintah atau pengawasan dari atasannya. Jenis Y ini
adalah jenis yang sudah menyedari tugas dan tanggung jawab pekerjaannya. Teori
perilaku ialah teori yang menjelaskan bahawa suatu perilaku tertentu dapat
membezakan pemimpin dan bukan pemimpin pada setiap manusia. Konsep teori X dan
Y dikemukakan oleh Douglas McGregor dalam buku
B. Teori Sistem 4 dari Rensis Likert
Menurut Likert pemimpin dapat berhasil jika bergaya
partisipative management. Gaya inimenetapkan bahwa keberhasilan pemimpin adalah
jika berorientasi pada bawahan, dan mendasarkan pada komunikasi. Selain itu
semua pihak dalam organisasi bawahan maupun pemimpin menerapkan hubungan atau
tata hubungan yang mendukung (supportive relationship) Likert merancang 4
sistem kepemimpinan dalam manajemen:
1) Manajer Sistem 1
Dalam sistem ini manajer atau pemimpin membuat semua
keputusan yang berkaitan dengan pekerjaan dan memerintahkan bawahan untuk
melaksanakannya. Manajer juga menentukan secara kaku standard an metode
pelaksanaannya. Manajer sangat otokratis, mempunyai sedikit kepercayaan kepada
bawahannya, suka mengeksploitasi bawahan, dan bersikap paternalistic. Pemimpin
dalam system ini hanya maumemperhatikan komunikasi yang turun ke bawah, dan
hanya membatasi proses pengambilankeputusan di tingkat atas saja.2.
2) Manajer Sistem 2
Manajernya mempunyai kepercayaan yang terselubung, percaya
pada bawahan, memotivasi,memperbolehkan adanya komunikasi ke atas. Bawahan
merasa tidak bebas untuk membicarakan sesuatu yang bertalian dengan tugas
pekerjaannya dengan atasannya.3.
3) Manajer Sistem 3.
Manajer mempunyai sedikit kepercayaan pada bawahan biasanya
kalau ia membutuhkaninformasi, ide atau pendapat bawahan Bawahan disini merasa
sedikit bebas untuk membicarakan sesuatu yang bertalian dengan tugas pekerjaan
bersama atasannya.
4) Manajer Sistem 4,
Manajer mempunyai kepercayaan yang sempurna terhadap
bawahannya. Dalam setiap persoalan selalu mengandalkan untukmendapatkan ide-ide
dan pendapat dari bawahan danmempunyai niatan untuk menggunakan pendapat
bawahan secara konstruktif. Bawahanmerasa secara mutlak mendapat kebebasan
untuk membicarakan sesuatu yang bertaliandengan tugasnya bersama atasannya.
Rensis
Likert dan Stone (dalam Nurdin, 2007) Mengembangkan Empat sistem tersebut
terdiri dari:
1)
Sistem
1 otoritatif dan eksploitif
Manajer membuat semua keputusan yang berhubungan dengan
kerja dan memerintah para bawahan untuk melaksanakannya. Standar dan metode
pelaksanaan juga secara kaku ditetapkan oleh manajer.
2)
Sistem
2 otoritatif dan benevolent
Cirinya masih memberi perintah-perintah, tetapi bawahan
masih mempunyai kebebasan tertentu untuk mengomentari perintah.
3)
Sistem
3 konsultatif,
Cirinya menetapkan tujuan dan memberi perintah umum setelah
dibahas bersama.
4)
Sistem 4 partisipatif,
Cirinya tujuan ditetapkan dan keputusan dibuat oleh kelompok
(system ideal)
C. Theory
of Leadership Pattern Choice dari Tannenbaum & Scmidt
Model Kontinum - Schmidt & Tannenbaum (Continuum Modef
Gaya kepemimpinan pada hakikatnya merupakan tingkah laku pemimpin dalarn
berhubungan dengan bawahan di dalam rangka pengambilan keputusan. Terdapat dua
bidang pengaruh yang ekstrim dalam proses pengambilan keputusan sehingga
menimbulkan kecenderungan berperilaku tertentu
Perilaku
tersebut bertitik tolak dari dua pandangan dasar:
1)
Berorientasi pada pemimpin (
bidang pengaruh pimpinan)
2)
Berorientasi pada bawahan (bidang
pengaruh kebebasan bawahan).
Pada bidang pertama pemimpin menggunakan gaya otoriter dalam
kepemimpinannya, sedangkan pada bidang ke dua pemimpin menunjukkan gaya yang
demokratis. Kedua bidang pengaruh ini dipergunakan dalam hubungannya dalam
pelaksanakan aktivitas pengambilan keputusan yang dilakukan pimpinan. Dari dua
pandangan dasar tersebut selanjutnya dikembangkan tujuh model gaya kepemimpinan
dalam pembuatan keputusan yang dilakukan pemimpin.
Bertolak
dari dua model dasar tersebut dapat dikembangkan 7 gaya kepemimpinan yakni:
1) Pemimpin membuat dan mengumumkan keputusan
terhadap bawahan (teiling)
2) Pemimpin menjual dan menawarkan keputusan
terhadap bawahan (selling)
3) Pemimpin menyampaikan ide dan mengundang
pertanyaan
4) Pemimpin memberikan keputusan tentatif, dan
keputusan masih dapat diubah
5) Pemimpin memberikan problem dan minta saran
pemecahannya pada bawahan (consulting)
6) Pemimpin menentukan batasan-batasan dan
minta kelompok membuat keputusan
7) Pemimpin mengizinkan bawahan berfungsi
dalam batas_batas dilentukan (joining).
Menurut Tannenbaum dan Schmidt dalam pemilihan gaya
kepemimpinan yang efekti faktor yang harus dipertimbangkan oleh seorang
pemimpin yaitu: a. Kekuatan yang ada pimpinan: meliputi latar belakang
pendidikan, latar belakang kehidupan pribadi, pengetahuan, nilai-nilai hidup
yang dihayati, kecerdasan, pengalaman, dan lainjain. b. Kekuatan yang ada
bawahan: tingkat kebutuhan bawahan akan tanggung jawab dan kebebasan bertindak
dalam pembuatan keputusan, t c. Tingkat pengetahuan dan berpengalaman yang
dimiliki bawahan dalam bekerja.
Pimpinan cenderung memilih gaya yang otoriter apabila
kondisi kekuatan ada pada pimpinan, sedangkan apabila kondisi kekuatan ada pada
bawahan maka pimpinan akan mengambil gaya demokratis.
D. Teori kepemimpinan dari konsep
Modern Choice Approach to Participation yang memuat Decicion Tree.
Teori kepeminmpinan Vroom & Yetton adalah jenis teori
kontingensi yang menjelaskan pada hal pengambilan keputusan yang dilakukan oleh
pemimpin. Teori vroom dan yetton juga di sebut teori normative karena mengarah
pada pemberian suatu rekomendasi tentang gaya kepemimpinan yang sebaiknya di
gunakan dalam situasi tertentu. Dalam hal ini ada 5 jenis cirri pengambilan
keputusan dalam teori ini :
1) pemimpin mengambil sendiri keputusan
berasarkan informasi yang ada padanya saat itu.
2) pemimpin memperoleh informasi dari bawahannya
dan mengambil keputusan berdasarkan informasi yang didapat. jadi peran bahawan
hanya memberikan informasi, bukan memberikan alternatif.
3) pemimpin memberitahukan masalah yang sedang
terjadi kepada bawahan secara pribadi, lalu kemudian memperoleh informasi tanpa
mengumpulkan semua bawahannya secara kelompok, setelah itu mengambil keputusan
dengan mempertimbangkan/ tidak gagasan dari bawahannya.
4) pemimpin mengumpulkan semua bawahannya secara
kelompok, lalu menanyakan gagasan mereka terhadap masalah yang sedang ada, dan
mengambil keputusan dengan mempertimbangkan/tidak gagasan bawahannya
5) pemimpin memberitahukan masalah kepada
bawahanya secara berkelompok, lalu bersama – sama merundingkan jalan keluarnya,
dan mengambil keputusan yang disetujui oleh semua pihak.
E.
Teori Kepemimpinan dari konsep Contingency Theory of Leadership dari
Fiedler
Model kepemimpinan kontijensi Fiedler (1964, 1967) menjelaskan
bagaimana situasi menengahi hubungan antara efektivitas kepemimpinan dengan
ukuran ciri yang disebut nilai LPC rekan kerja yang paling tidak disukai. Teori
kontingensi Fiedler menunjukkan hubungan antara orientasi pemimpin atau gaya
dan kinerja kelompok yang berbeda di bawah kondisi situasional. Teori ini
didasarkan pada penentuan orientasi pemimpin (hubungan atau tugas), unsur-unsur
situasi (hubungan pemimpin-anggota, tugas struktur, dan kekuasaan posisi /
jabatan), dan orientasi pemimpin yang ditemukan paling efektif karena situasi
berubah dari rendah sampai sedang untuk kontrol tinggi. Fiedler menemukan bahwa
tugas pemimpin berorientasi lebih efektif dalam situasi kontrol rendah dan
moderat dan hubungan manajer berorientasi lebih efektif dalamsituasi kontrol
moderat.
Menurut interpretasi Fiedler (1978), nilai LPC menunjukkan
hierarki motif seorang pemimpin. Seorang pemimpin yang LPC nya tinggi terutama
termotivasi untuk memiliki hubungan antar pribadi yang dekat dengan orang lain,
termasuk bawahan, dan akan bertindak dalam cara yang suportif dan perhatian
jika hubungan itu harus diperbaiki. Keberhasilan sasaran tugas merupakan
motifsekunder yang akan menjadi penting hanya jika motif afiliasi telah
dipenuhi oleh hubungan antar pribadi yang dekan dengan bawahan dan rekan
sejawat. Pemimpin yang LPC nya rendah terutama termotivasi oleh keberhasilan
sasaran tugas danakan menekankan perilaku yang berorientasi tugas kapan saja
terhadap permasalahan tugas. Motif sekunder dalam membuat hubungan yang baik dengan
bawahan akan menjadi penting hanya jika kelompok itu memiliki kinerja baik dan
tidak ada permasalahan tugas yang serius.
Ashour (1973) menyebutkan bahwa model LPC benar-benar sebuah
teori karena tidak menjelaskan bagaimana nilai LPC seorang pemimpin dalam
mempengaruhi kinerja kelompok. Kekurangan perilaku pemimpin yang jelas dan
variabel pengganggu membatasi penggunaan model tersebut. Dan saat tidak ada
variabel perilaku, model tersebut tidak memberikan suatu bimbingan untuk
melatih para pemimpin untuk bagaimana beradaptasi dengan situasi.
F.
Teori Kepemimpinan dari Konsep Path Goal Theory
Teori path-goal dalam Kepemimpinan Sekarang ini salah satu
pendekatan yang paling diyakini adalah teori pathgoal, teori path-goal adalah
suatu model kontijensi kepemimpinan yang dikembangkan oleh Robert House, yang
menyaring elemen-elemen dari penelitian Ohio State tentang kepemimpinan pada
inisiating structure dan consideration serta teori pengharapan motivasi. Dasar
dari teori ini adalah bahwa merupakan tugas pemimpin untuk membantu anggotanya
dalam mencapai tujuan mereka dan untuk memberi arah dan dukungan atau keduanya
yang dibutuhkan untuk menjamin tujuan mereka sesuai dengan tujuan kelompok atau
organisasi secara keseluruhan. Istilah pathgoal ini datang dari keyakinan bahwa
pemimpin yang efektif memperjelas jalur untuk membantu anggotanya dari awal
sampai ke pencapaian tujuan mereka, dan menciptakan penelusuran disepanjang
jalur yang lebih mudah dengan mengurangi hambatan dan pitfalls (Robbins, 2002).
Menurut teori path-goal, suatu perilaku pemimpin dapat
diterima oleh bawahan pada tingkatan yang ditinjau oleh mereka sebagai sebuah
sumber kepuasan saat itu atau masa mendatang. Perilaku pemimpin akan memberikan
motivasi sepanjang (1) membuat bawahan merasa butuh kepuasan dalam pencapaian
kinerja yang efektif, dan (2) menyediakan ajaran, arahan, dukungan dan
penghargaan yang diperlukan dalam kinerja efektif (Robins, 2002).
Untuk pengujian pernyataan ini, Robert House mengenali empat
perilaku pemimpin. Pemimpin yang berkarakter directive-leader, supportive
leader, participative leader dan achievement-oriented leader. Berlawanan dengan
pandangan Fiedler tentang perilaku pemimpin, House berasumsi bahwa pemimpin itu
bersifat fleksibel. Teori path-goal mengimplikasikan bahwa pemimpin yang sama
mampu menjalankan beberapa atau keseluruhan perilaku yang bergantung pada
situasi (Robins, 2002).
Model kepemimpinan path-goal berusaha meramalkan efektivitas
kepemimpinan dalam berbagai situasi. Menurut model ini, pemimpin menjadi efektif
karena pengaruh motivasi mereka yang positif, kemampuan untuk melaksanakan, dan
kepuasan pengikutnya. Model path-goal menjelaskan bagaimana seorang pimpinan
dapat memudahkan bawahan melaksanakan tugas dengan menunjukkan bagaimana
prestasi mereka dapat digunakan sebagai alat mencapai hasil yang mereka
inginkan. Teori Pengharapan (Expectancy Theory) menjelaskan bagaimana sikap dan
perilaku individu dipengaruhi oleh hubungan antara usaha dan prestasi
(path-goal) dengan valensi dari hasil (goal attractiveness). Individu akan
memperoleh kepuasan dan produktif ketika melihat adanya hubungan kuat antara
usaha dan prestasi yang mereka lakukan dengan hasil yang mereka capai dengan
nilai tinggi. Model path-goal juga mengatakan bahwa pimpinan yang paling efektif
adalah mereka yang membantu bawahan mengikuti cara untuk mencapai hasil yang
bernilai tinggi.
Oleh karenanya, Model path-goal menganjurkan bahwa
kepemimpinan terdiri dari dua fungsi dasar:
1.
Fungsi Pertama adalah memberi kejelasan alur. Maksudnya, seorang pemimpin harus
mampu membantu bawahannya dalam memahami bagaimana cara kerja yang diperlukan
di dalam menyelesaikan tugasnya.
2.
Fungsi Kedua adalah meningkatkan jumlah hasil (reward) bawahannya dengan
memberi dukungan dan perhatian terhadap kebutuhan pribadi mereka. Untuk
membentuk fungsi-fungsi tersebut, pemimpin dapat mengambil berbagai gaya
kepemimpinan.
Empat perbedaan gaya kepemimpinan dijelaskan dalam model
path-goal sebagai berikut (Koontz et al dalam Kajanto, 2003)
1)
Kepemimpinan pengarah (directive leadership) Pemimpinan memberitahukan kepada
bawahan apa yang diharapkan dari mereka, memberitahukan jadwal kerja yang harus
disesuaikan dan standar kerja, serta memberikan bimbingan/arahan secara
spesifik tentang cara-cara menyelesaikan tugas tersebut, termasuk di dalamnya
aspek perencanaan, organisasi, koordinasi dan pengawasan.
2)
Kepemimpinan pendukung (supportive leadership) Pemimpin bersifat ramah dan
menunjukkan kepedulian akan kebutuhan bawahan. Ia juga memperlakukan semua
bawahan sama dan menunjukkan tentang keberadaan mereka, status, dan
kebutuhan-kebutuhan pribadi, sebagai usaha untuk mengembangkan hubungan
interpersonal yang menyenangkan di antara anggota kelompok. Kepemimpinan
pendukung (supportive) memberikan pengaruh yang besar terhadap kinerja bawahan
pada saat mereka sedang mengalami frustasi dan kekecewaan.
3) Kepemimpinan partisipatif (participative
leadership) Pemimpin partisipatif berkonsultasi dengan bawahan dan menggunakan
saran-saran dan ide mereka sebelum mengambil suatu keputusan. Kepemimpinan
partisipatif dapat meningkatkan motivasi kerja bawahan.
4) Kepemimpinan berorientasi prestasi
(achievement-oriented leadership) Gaya kepemimpinan dimana pemimpin menetapkan
tujuan yang menantang dan mengharapkan bawahan untuk berprestasi semaksimal
mungkin serta terus menerus mencari pengembangan prestasi dalam proses
pencapaian tujuan tersebut. Dengan menggunakan salah satu dari empat gaya di
atas dan dengan memperhitungkan faktor-faktor seperti yang diuraikan tersebut,
seorang pemimpin harus berusaha untuk mempengaruhi persepsi para karyawan atau
bawahannya dan mampu memberikan motivasi kepada mereka, dengan cara mengarahkan
mereka pada kejelasan tugas-tugasnya, pencapaian tujuan, kepuasan kerja dan
pelaksanaan kerja yang efektif.
Terdapat dua faktor situasional yang diidentifikasikan
kedalam model teori path-goal, yaitu: personal characteristic of subordinate
and environmental pressures and demmand (Gibson, 2003).
1)
Karakteristik Bawahan Pada faktor situasional ini, teori path-goal memberikan
penilaian bahwa perilaku pemimpin akan bisa diterima oleh bawahan jika para
bawahan melihat perilaku tersebut akan merupakan sumber yang segera bisa
memberikan kepuasan atau sebagai suatu instrumen bagi kepuasan-kepuasan masa
depan.
Karakteristik
bawahan mencakup tiga hal, yakni:
a) Letak Kendali (Locus of Control) Hal ini berkaitan dengan
keyakinan individu sehubungan dengan penentuan hasil. Individu yang mempunyai
letak kendali internal meyakini bahwa hasil (reward) yang mereka peroleh didasarkan
pada usaha yang mereka lakukan sendiri. Sedangkan mereka yang cenderung letak
kendali eksternal meyakini bahwa hasil yang mereka peroleh dikendalikan oleh
kekuatan di luar kontrol pribadi mereka. Orang yang internal cenderung lebih
menyukai gaya kepemimpinan yang participative, sedangkan eksternal umumnya
lebih menyenangi gaya kepemimpinan directive
b) Kesediaan untuk Menerima Pengaruh (Authoritarianism)
Kesediaan orang untuk menerima pengaruh dari orang lain. Bawahan yang tingkat
authoritarianism yang tinggi cenderung merespon gaya kepemimpinan yang directive, sedangkan bawahan yang
tingkat authoritarianism rendah cenderung memilih gaya kepemimpinan
partisipatif.
c) Kemampuan
(Abilities) Kemampuan dan pengalaman bawahan akan mempengaruhi apakah mereka
dapat bekerja lebih berhasil dengan pemimpin yang berorientasi prestasi
(achievement-oriented) yang telah menentukan tantangan sasaran yang harus
dicapai dan mengharapkan prestasi yang tinggi, atau pemimpin yang supportive
yang lebih suka memberi dorongan dan mengarahkan mereka. Bawahan yang mempunyai
kemampuan yang tinggi cenderung memilih gaya kepemimpinan achievement oriented,
sedangkan bawahan yang mempunyai kemampuan rendah cenderung memilih pemimpin
yang supportive.
2)
Karakteristik Lingkungan Pada faktor situasional ini path-goal menyatakan bahwa
perilaku pemimpin akan menjadi faktor motivasi terhadap para bawahan, jika:
a)
Perilaku tersebut akan memuaskan kebutuhan bawahan sehingga akan memungkinkan
tercapainya efektivitas dalam pelaksanaan kerja.
b)
Perilaku tersebut merupakan komplimen dari lingkungan para bawahan yang dapat
berupa pemberian latihan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan untuk
mengidentifikasikan pelaksanaan kerja.
Karakteristik
lingkungan terdiri dari tiga hal, yaitu:
1) Struktur Tugas Struktur kerja
yang tinggi akan mengurangi kebutuhan kepemimpinan yang direktif.
2) Wewenang Formal Kepemimpinan yang
direktif akan lebih berhasil dibandingkan dengan partisipasi bagi organisasi
dengan strktur wewenang formal yang tinggi
3)
Kelompok Kerja Kelompok kerja dengan tingkat kerjasama yang tinggi
kurang membutuhkan kepemimpinan supportif.
KESIMPULAN
Kepemimpinan (leadership) adalah perilaku seorang
individu yang mempimpin suatu kelompok
upaya mencapai sebuah tujuan yang berada di dalam organisasi. Kepemimpinan
adalah mempengaruhi orang lain untuk memahami dan setuju tentang apa yang perlu
dikerjakan dan bagaimana tugas itu dapat dilakukan secara efektif, dan proses
memfasilitasi usaha individu dan kelompok untuk mencapai tujuan bersama.
DAFTAR PUSTAKA
ZakariaZainudin
& Soon Ying Goh. (2006). Memotivasi Pekerja. Selangor: PTS Proffesional
Publishing
Sule,
Ernie Trisnawati, Kurniawan Saefulloh. 2005. Pengantar Manajemen. Jakarta:
Prenada Media Group
Oekarso,
Iskandar Putong. (2015). Kepemimpinan
Kajian Teoritis dan Praktis (Volume 1 dari kepemimpinan Edisi 1). Jakarta:
Erlangga.
Ruky,
S., Achmad. (2002). Sukses Sebagai Manajer Profesional Tanpa Gelar MM atau MBA.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Nurdin,
Didi. (2007). Ilmu dan Aplikasi Pendidikan Bagian 2 Ilmu Pendidikan Praktis.
Jakarta: Imperial Bhakti Utama
Yukl.
(2005). Kepemimpinan dalam Organisasi. Jakarta: Index
Vroom,
H., Victor & Arthur G. Jago. (1974). Leadership and Decision Making.
Journal of Science Institute. Vol 5, 321-335.
Francisca
Winarni.
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/francisca-winarni-dra-msi/modul-kepemimpinan-iv.pdf.
diakses hari minggu pukul 13:50.
Mayowan.2012.
http://ymayowan.lecture.ub.ac.id/files/2012/01/makalah-kelompok-7.pdf .diakses
minggu pukul 10:00
Sule,
Ernie Trisnawati, Kurniawan Saefulloh. 2005. Pengantar Manajemen. Jakarta:
Prenada Media Group
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_SEKOLAH/194505031971091-MUHAMMAD_KOSIM_SIRODJUDIN/DEFINISI_DAN_TEORI_KEPEMIMPINANx.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar