PENGARUH CHILD ABUSE TERHADAP PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK
DWI LISTI RAMADHANI
2PA08
12513678
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS GUNADARMA
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Kedudukan
anak dalam rumah tangga sebenarnya dalam posisi lebih lemah, lebih rendah
karena secara fisik, mereka memang lebih lemah dari pada orang dewasa dan masih
bergantung pada orang-orang dewasa di sekitarnya. Keluarga adalah lingkungan
pertama dalam kehidupan anak, tempat dimana anak belajar dan menyatakan diri
sebagai makhluk sosial. Keluarga memberikan dasar pembentukan tingkah laku,
watak, moral dan pendidikan kepada anak. Pendidikan dalam keluarga sangat
menentukan sikap seseorang, karena orangtua menjadi basis nilai bagi anak. Pola
asuh, peran dan tanggung jawab yang dijalankan oleh orang tua dalam menerapkan
disiplin pada anak bukan merupakan pekerjaan yang mudah, dimana kadang kala
orang tua mengalami hambatan. Hambatan-hambatan tersebut berujung pada
perlakuan yang salah kepada anak.
Kasus-kasus
perlakuan salah yang menimpa anak-anak yang seringkali terjadi adalah kekerasan
pada anak ( child abuse ). Kekerasan yang menimpa anak-anak, baik dari
keluarga, sekolah, maupun lingkungan sekitar, terus mengalami peningkatan dari
tahun ke tahun. Tingginya kekerasan pada anak memperlihatkan bahwa persoalan kekerasan
menjadi persoalan yang amat serius, parahnya lagi kekerasan tersebut dilakukan
oleh orang tua sendiri. Dimana orangtua seharusnya menjadi panutan atau contoh
bagi anaknya, membimbing anaknya dengan baik serta bertanggung jawab atas
tumbuh dan berkembangnya anak karena keluarga merupakan lingkungan pertama bagi
anak untuk belajar dan menyatakan diri sebagai makhluk sosial.
Dari tahun
ke tahun kekerasan pada anak ( child abuse ) selalu terjadi, pemicu kekerasan
terhadap anak yang terjadi diantaranya adalah pertama, munculnya kekerasan
dalam rumah tangga, terjadinya kekerasan yang melibatkan baik pihak ayah, ibu
dan saudara yang lainnya menyebabkan tidak terelakkannya kekerasan terjadi juga
pada anak. Anak seringkali menjadi sasaran kemarahan orang tua. Kedua,
terjadinya disfungsi keluarga, yaitu peran orang tua tidak berjalan sebagaimana
seharusnya. Ketiga, faktor ekonomi, yaitu kekerasan timbul karena tekanan
ekonomi. Tertekannya kondisi keluarga yang disebabkan himpitan ekonomi adalah
faktor yang banyak terjadi.
Tindak
kekerasan terhadap anak merupakan salah satu bentuk pelanggaran hak asasi
manusia. Dan merupakan perbuatan yang tidak mempunyai perasaan apalagi
melakukan kekerasan terhadap anak kandung sendiri. Anak adalah anugerah dari
Tuhan yang harus dijaga dan harus kita bina menjadi anak yang baik, bukan
dengan melakukan kekerasan ( child abuse ) terhadap anak.
Faktor
lain yang sering disalah gunakan oleh para Pendidik khususnya orang tua yaitu
sebagai penerapan kedisiplinan anak. Padahal melakukan kekerasan terhadap anak
sebagai pendisiplinan anak adalah salah besar karena anak nantinya bisa
mengalami trauma dan mengalami gangguan mental maupun fisik, perkembangan
emosional, dan perkembangan anak secara umum. Hal ini yang seringkali tidak
diperhatikan oleh orang tua terhadap dampak jangka panjangnya. Anak yang sering
mendapat perlakuan kasar dari orang tuanya akan sangat berbahaya bagi tumbuh
kembang sang anak. Termasuk perkembangan kognitifnya, anak bisa mengalami
keterlambatan dalam hal berbicara, menulis, berkarya, bersosialisasi terhadap
lingkungannya, dll. Semua itu akan berdampak negatif sampai anak itu dewasa.
Kekerasan
terhadap anak ( child abuse ) ini harus cepat mendapat perhatian dan para orang
tua harus mendapat pendidikan khusus bagaimana merawat anak sedini mungkin
dengan baik tanpa harus melakukan kekerasan. Agar tidak terjadi lagi kasus
child abuse ini yang menimpa anak-anak diluar sana.
BAB II
PEMBAHASAN
I
. CHILD ABUSE
Child abuse atau perlakuan yang salah terhadap anak
didefinisikan sebagai segala perlakuan buruk terhadap anak oleh orang tua,
wali, atau orang lain yang seharusnya memelihara, menjaga, dan merawat mereka.
Child abuse juga didefinisikan sebagai suatu kelalaian
tindakan atau perbuatan orangtua atau orang yang merawat anak yang
mengakibatkan anak menjadi terganggu mental maupun fisik, perkembangan
emosional, dan perkembangan anak secara umum. Child
Abuse dapat berupa tindakan kekerasan secara fisik, seksual, penganiyaan
emosional, atau pengabaian terhadap anak. Kekerasan fisik adalah agresi fisik
diarahkan pada seorang anak oleh orang dewasa. Hal ini dapat melibatkan
meninju, memukul, menendang, mendorong, menampar, membakar, membuat memar,
menarik telinga atau rambut, menusuk, membuat tersedak atau menguncang seorang
anak. Disini Terdapat
beberapa faktor penyebab Child Abuse. Salah-satu penyebab kekerasan terhadap
anak adalah karena pengaruh keluarga, pengaruh ekonomi, maupun karena pengaruh
genetika.
Menurut Buss (dalam Morgan,
1989), perilaku agresi adalah suatu perilaku yang dilakukan untuk menyakiti,
mengancam atau membahayakan individu individu atau objek-objek yang menjadi sasaran perilaku tersebut baik
(secara fisik atau verbal) dan langsung atau tidak langsung. Menurut Atkinson
(1999), perilaku agresi adalah perilaku yang dimaksudkan untuk melukai orang lain
atau merusak harta benda. Menurut Goble
(1987) agresi adalah suatu reaksi terhadapfrustrasi atau ketidakmampuan
memuaskan kebutuhan-kebutuhan psikologis dasar dan bukan naluri.
Baron dan Bryne (2000)
mendefinisikan perilaku agresi sebagai suatu bentuk perilaku yang ditujukan
untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya
perilaku tersebut. Berdasarkan definisi tersebut didapat empat pengertian mengenai
agresi, pertama adalah agresi merupakan suatu bentuk perilaku bukan emosi,
kebutuhan atau motif kedua adalah si pelaku agresi mempunyai maksud untuk
mencelakakan korban yang dituju, ketiga adalah korban agresi yaitu makhluk
hidup bukan benda mati, sedangkan yang keempat adalah korban dari perilaku
agresi ini tidak menginginkan atau menghindarkan diri dari perilaku pelaku
agresi.
Jadi, dari pengertian teori agresi diatas dapat
dihubungkan dengan orang tua yang melakukan kekerasan terhadap anaknya, walaupun
anak tersebut tidak bisa menghindarkan diri dari perlakuan kasar orang tuanya. Dan bentuk agresi ini adalah Fisik, aktif,
langsung maksudnya adalah dengan Menikam,
memukul, atau melakukan
kekerasan secara langsung terhadap orang lain.
Menurut Gelles Richard.J (1982) mengemukakan bahwa Child
Abuse (kekerasan terhadap anak) terjadi akibat kombinasi dari berbagai faktor,
yaitu:
a. Pewarisan
Kekerasan Antar Generasi (intergenerational transmission of violence).
Banyak anak belajar perilaku kekerasan
dari orang tuanya dan ketika tumbuh menjadi dewasa mereka melakuakan tindakan
kekerasan kepada anaknya. Dengan demikian, perilaku kekerasan diwarisi dari generasi ke generasi. Studi studi
menunjukkan bahwa lebih kurang 30% anak-anak yang diperlakukan dengan kekerasan
menjadi orang tua yang bertindak keras kepada anak anaknya.
Sementara itu, hanya 2 sampai 3
persen dari semua individu menjadi orang tua yang memperlakukan kekerasan
kepada anak-anaknya. Anak-anak yang mengalami perlakuan salah dan kekerasan
mungkin menerima perilaku ini sebagai model perilaku mereka sendiri sebagai
orang tua. Tetapi, sebagian besar anak-anak yang diperlakukan dengan kekerasan
tidak menjadi orang dewasa yang memperlakukan kekerasan kepada anak-anaknya.
b. Stres Sosial (social
stress)
Stres yang ditimbulkan oleh berbagai
kondisi sosial meningkatkan risiko kekerasan terhadap anak dalam keluarga.
Kondisi-kondisi sosial ini mencakup: pengangguran (unemployment),
penyakit (illness), kondisi perumahan buruk (poor housing conditions),
ukuran keluarga besar dari rata-rata (a larger than average family size),
kelahiran bayi baru (the presence of a new baby), orang cacat (disabled
person) di rumah, dan kematian (the death) seorang anggota keluarga.
Sebagian besar kasus dilaporkan tentang tindakan kekerasan terhadap anak
berasal dari keluarga yang hidup dalam kemiskinan.
Tindakan kekerasan terhadap anak
juga terjadi dalam keluarga kelas menengah dan kaya, tetapi tindakan yang
dilaporkan lebih banyak di antara keluarga miskin karena beberapa alasan.
c. Isolasi
Sosial dan Keterlibatan Masyarakat Bawah
Orang tua dan pengganti orang tua
yang melakukan tindakan kekerasan terhadap anak cenderung terisolasi secara
sosial. Sedikit sekali orang tua yang bertindak keras ikut serta dalam suatu
organisasi masyarakat dan kebanyakan mempunyai hubungan yang sedikit dengan
teman atau kerabat.
d. Struktur Keluarga
Tipe-tipe keluarga tertentu memiliki
risiko yang meningkat untuk melakukan tindakan kekerasan dan pengabaian kepada
anak. Misalnya, orang tua tunggal lebih memungkinkan melakukan tindakan
kekerasan terhadap anak dibandingkan dengan orang tua utuh. Selain itu,
keluarga keluarga di mana baik suami atau istri mendominasi di dalam membuat
keputusan penting, seperti : di mana bertempat tinggal, pekerjaan apa yang mau
diambil, bilamana mempunyai anak, dan beberapa keputusan lainnya, mempunyai
tingkat kekerasan terhadap anak yang lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga
keluarga yang suami istri sama sama bertanggung jawab atas keputusan keputusan
tersebut.
e. Kondisi anak
Anak yang mengalami cacat baik
mental maupun fisik anak yang sulit diatur sikapnya, anak yang meminta
permintaan khusus, ataupun berposisi sebagai anak tiri, anak angkat.
f. Sosial
Nilai/Norma yang ada dimasyarakat
yang kurang menguntungkan terhadap anak, misalnya dalam praktek pengasuhan
anak, pembiasaan bekerja sejak kecil kepada anak yang berlindung atas nama adat
budaya, misalnya dalam pola pengasuhan anak yang menekankan dan menjunjung
tinggi nilai kepatuhan yang acap kali masyarakat membiarkan dan mentolerir
kekerasan fisik (cambuk, pukul, tending dan tempeleng), verbal (berkata-kata
kotor, mengumpat, damprat atau cemooh) maupun kekerasan dalam pengisolasian
sosial.
g. Persepsi masyarakat
Masyarakat menilai bahwa persoalan
kekerasan terhadap anak yang dilakukan keluarganya sendiri (orang tua) adalah
urusan intern mereka sendiri. Mereka melakukan itu dalam rangka mendidik
anak- anaknya yang bandel dan membangkang orang tua dan adanya anggapan bahwa
anak adalah milik orang tuanya sendiri.
h.
Kondisi
orang tua
Orang tua yang mengunakan alkohol,
orang tua yang mengalami depresi atau gangguan mental, dan orang tua yang dulu
dibesarkan dengan kekerasan cenderung meneruskan pendidikan tersebut kepada
anaknya.
I.
Faktor keluarga
Keluarga yang cenderung berada dalam
keadaan yang kacau secara ekonomi dan lingkungan seperti, perceraian,
pengangguran dan keadaan ekonomi kacau. Karena adanya tekanan ekonomi bagi
orang tua yang tidak kuat untuk menghadapi akan menjadikannya semakin sensitif
sehingga menjadi mudah marah, anak sebagai pihak yang terlemah dalam keluarga
menjadi sasaran kemarahan.
J. Persepsi orang tua
Munculnya anggapan yang salah
terhadap anak (wrong perception). Orang tua menganggap kehadiran anak
sebagai hak paten yang dapat digunakan sesukanya sehingga pada akhirnya orang
tua akan merasa bebas dalam memperlakukan anaknya sesuai dengan keinginannya,
apapun yang dilakukan orang tua terhadap anak adalah hak orang tua.
II. Dampak Child Abuse terhadap
Perkembangan Kognitif Anak
Teori Piaget disebut teori kognitif karena pembahasannya mengenai masalah
kognisi. Pengertiannya kognisi tidak hanya meliputi kemampuan berpikir saja,
melainkan termasuk aspek-aspek: persespsi, ingatan, berfikir, symbol, penalaran
dan pemecahan masalah (Singgih D. Gunarsa, 1981).
Vigotsky
memandang bahwa sistem sosial sangat penting dalam perkembangan kognitif anak.
Orangtua, guru dan teman berinteraksi dengan anak dan berkolaborasi untuk
mengembangkan suatu pengertian.
Dampak dari kekerasan orang tua dapat menimbulkan
trauma yang mendalam pada anak dan berakibat fatal terhadap terhambatnya
perkembangan kognitif anak . Speech
delay adalah gangguan kognitif anak berupa keterlambatan bicara dan
kesulitan yang dihadapi anak sehubungan dengan produksi kata-kata dan bahasa. Motoric delay adalah
keterlambatan perkembangan anak sehubungan dengan kemampuan motoriknya. Jadi,
otot-otot pada anak sulit untuk digerakkan. Gerakannya akan menjadi lambat,
aktivitasnya juga terganggu dan paling parah adalah anak tak dapat berjalan.
Kemudian cerebral palsy adalah
gangguan ketika otot-otot pada tubuh anak tidak mau mendengarkan perintah dari
otaknya. Down syndrome
adalah keterbelakangan pertumbuhan fisik dan mental anak. Terakhir adalah global developmental delay
merupakan kondisi anak yang memiliki gangguan perkembangan baik itu motorik,
kognitif, dan emosional.
Akibat pada tumbuh kembang anak Pertumbuhan dan perkembangan
anak yang mengalami perlakuan salah, pada umumnya lebih lambat dari anak yang
normal, yaitu:
a. Pertumbuhan fisik anak pada
umumnya kurang dari anak-anak sebayanya yang tidak mendapat perlakuan salah
b.
Perkembangan kejiwaan juga mengalami gangguan
Terdapat gangguan emosi pada: perkembangan kosnep diri yang
positif, atau bermusuh dalam mengatasi sifat agresif, perkembangan hubungan
sosialdengan orang lain, termasuk kemampuan untuk percaya diri.
Terjadi pseudomaturitas emosi. Beberapa anak menjadi agresif
atau bermusuhan dengan orang dewasa, sedang yang lainnya menjadi menarik
diri/menjauhi pergaulan. Anak suka ngompol, hiperaktif, perilaku aneh,
kesulitan belajar, gagal sekolah, sulit tidur, tempretantrum, dsb. Dan dampak
dari kekerasaan seperti ini yaitu anak jadi belajar untuk mengucapkan kata-kata
kasar, tidak menghormati orang lain dan juga bisa menyebabkan anak menjadi
rendah diri.
Bentuk kekerasan secara mental juga sering tidak terlihat,
namun dampaknya bisa lebih besar dari kekerasan secara verbal. Kekerasaan
seperti ini meliputi pengabaian orang tua terhadap anak yang membutuhkan
perhatian, teror, celaan, maupun sering membanding-bandingkan hal-hal dalam
diri anak tersebut dengan yang lain, bisa menyebabkan mentalnya menjadi lemah.
Dampak kekerasan seperti ini yaitu anak merasa cemas, menjadi pendiam, belajar
rendah diri, hanya bisa iri tanpa mampu untuk bangkit.
III.
Upaya Pencegahan atau solusi
Agar anak terhindar dari bentuk kekerasan seperti diatas
perlu adanya pengawasan dari orang tua, dan perlu diadakannya langkah-langkah
sebagai berikut:
- orang
tua menjaga agar anak-anak tidak menonton / meniru adegan kekerasan karena bisa
menimbulkan bahaya pada diri mereka. Beri penjelasan pada anak bahwa adegan
tertentu bisa membahayakan dirinya. Luangkanlah waktu menemani anak menonton
agar para orang tua tahu tontonan tersebut buruk atau tidak untuk anak.
- Jangan
sering mengabaikan anak, karena sebagian dari terjadinya kekerasan terhadap
anak adalah kurangnya perhatian terhadap anak. Namun hal ini berbeda dengan
memanjakan anak.
- Tanamkan
sejak dini pendidikan agama pada anak. Agama mengajarkan moral pada anak agar
berbuat baik, hal ini dimaksudkan agar anak tersebut tidak menjadi pelaku
kekerasn itu sendiri.
- Sesekali
bicaralah secara terbuka pada anak dan berikan dorongan pada anak agar bicara
apa adanya/berterus terang. Hal ini dimaksudkan agar orang tua bisa mengenal
anaknya dengan baik dan memberikan nasihat apa yang perlu dilakukan terhadp
anak, karena banyak sekali kekerasan pada anak terutama pelecehan seksual yang
terlambat diungkap.
- Ajarkan
kepada anak untuk bersikap waspada seperti jangan terima ajakan orang yang
kurang dikenal dan lain-lain.
- Sebaiknya
orang tua juga bersikap sabar terhadap anak. Ingatlah bahwa seorang anak
tetaplah seorang anak yang masih perlu banyak belajar tentang kehidupan dan
karena kurangnya kesabaran orang tua banyak kasus orang tua yang menjadi pelaku
kekerasan terhadap anaknya sendiri.
- Prevensi
primer-tujuan:
promosi orangtua dan keluarga sejahtera Individu , Pendidikan kehidupan keluarga di sekolah,
tempat ibadah, dan masyarakat , Pendidikan pada anak tentang cara
penyelesaian konflik , Pendidikan kesehatan tentang kekerasan dalam keluarga.
- Mengurangi
media yang berisi kekerasan , Mengembangkan pelayanan dukungan masyarakat,
seperti: pelayanan krisis, tempat penampungan anak/keluarga/usia lanjut/wanita
yang dianiaya , Kontrol pemegang senjata api dan tajam , Strategi pemulihan
kekuatan dan percaya diri bagi korban child abuse dan Konseling profesional
pada Keluarga dapat berupa edukasi orangtua dalam pola asuh anak.
IV.
ANALISIS
Child abuse atau perlakuan yang salah terhadap anak
didefinisikan sebagai segala perlakuan buruk terhadap anak oleh orang tua,
wali, atau orang lain yang seharusnya memelihara, menjaga, dan merawat mereka. Dalam
teori kekerasan James Gilligan, ia berpendapat bahwa kekerasan merupakan
lingkaran tragedi yang meliputi korban kekerasan dan juga pelaku/pencipta
korban kekerasan, karena aksi manusia bersifat relasional baik dalam keluarga,
sosial dan institusional. Kekerasan sulit untuk dicegah karena seringkali
kekerasan yang terjadi, contohnya dalam keluarga telah menjadi bagian dari
makrokosmos, budaya dan sejarah kekerasan itu sendiri. Tragedi yang dimaksud
oleh Gilligan adalah para pelaku menderita kesedihan dan kesengsaraan lahir
batin yang luar biasa hingga bisa menyebabkan kematian.
menurut St. Sunardi,
kekerasan telah membudaya. Kekerasan tidak hanya terlihat dari kerusakan fisik
manusia karena senjata tetapi telah masuk pada cara seseorang memandang orang
lain, cara mendidik anak dan cara orang mengatasi konflik. Kekerasan telah
menjadi ciptaan manusia dan cara hidup manusia. Dua teori kekerasan di atas
memperlihatkan bahwa kekerasan menjadi sangat sulit untuk dipisahkan dari
kehidupan manusia bahkan dari manusia itu sendiri, karena kekerasan telah
menjadi sifat manusia, telah menjadi pilihan hidup seseorang dalam
menyelesaikan masalah.
Dari analisa teori
diatas dapat diambil contoh kasus
yaitu “ Ayah Cabuli
Anak Kandung Setiap Hari”. Polres Jakarta Barat
membekuk pria berinisial DH (32) dari rumah kontrakannya di kawasan Palmerah, Jakarta Barat. DH dicokok lantaran ulah bejatnya
mencabuli anak kandungnya
berinisial T (14th)
Kasat
Reskrim Polres Jakarta Barat AKBP Putu Putera Sadana
mengatakan, DH telah satu terakhir
ini mencabuli anak kandungnya tersebut. "Korban diancam akan dibunuh
dan dipukul. Karena takut , korban tak berdaya,
" kata Putu, di Polres Metro Jakarta
Barat, Kamis (18/6/2015). Putu melanjutkan, pencabulan yang dilakukan DH ini
sebenarnya telah diketahui oleh ibu HR (30) istri pelaku sekaligus ibu dari
korban. Saat itu, T melaporkan kasus ini
ke wali kelasnya saat masih duduk di bangkus kelas VI salah satu SD.
HR
yang mengetahui kejadian ini pun
marah dan memilih
pisah ranjang dengan DH. Namun, DH
sepertinya tidak mempedulikan dan kembali mengulangi perbuatannya mencabuli T
hingga akhirnya dibekuk polisi. Atas perbuatannya,
DH terancam melakukan pelanggaran Pasal 81 UU RI No. 35
tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan
ancaman hukuman 15 tahun masa kurungan. "Namun karena korbanya anak
kandung, kuat kemungkinan hukuman bertambah dengan 2/3 hasil putusan
pengadilan," tambah Putu.
Sumber : http://metro.sindonews.com/read/1014202/170/edan-ayah-cabuli-anak-kandung-setiap-hari-1434622319
BAB III
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Kekerasan
terhadap anak adalah segala bentuk perlakuan baik secara fisik maupun psikis
yang berakibat penderitaan terhadap anak. Ada berbagai penyebab terjadinya kekerasan terhadap anak
salah-satunya adalah karena pengaruh keluarga, pengaruh ekonomi, maupun karena
pengaruh genetika. Kekerasan yang dialami oleh anak akan berdampak pada perkembangan
kognitifnya, perilakunya,dll. Dan seharusnya orang tua tidak perlu melakukan
kekerasan terhadap anaknya bila ingin mendidiknya supaya menjadi anak yang
disiplin atau semacamnya. Karena akan berdampak sangat buruk bila anak sudah
besar nanti. Maka dari itu orang tua harus mendidik anak dengan cara yang benar
bukan dengan cara kekerasan fisik.
3.2
SARAN
Kekerasan memang tidak dapat ditolerir, apalagi terhadap
anak. Menyarankan agar orangtua bahkan semua orang 'bergerak' bila mengetahui
anak mengalami kekerasan. Tidak perlu ragu meski pelaku kekerasan datang dari
kerabat atau pasangan Anda sendiri. Sebab bila ada seseorang yang mengetaui ada
anak mendapat kekerasan, namun tidak ada tindakan akan terancam tahanan 5 tahun
penjara sesuai pasal 78 Tahun 2002. Pencegahan
dapat dilakukan dengan mengurangi kemungkinan terjadinya kekerasan pada anak
& di rumah tangga. Pencegahan primer dapat dilakukan dengan melakukan
pendidikan kesehatan sekitar child abuse & mengidentifikasi resiko
terjadinya child abuse.Berpikir
untuk bertindak menyudahi kekerasan ini merupakan langkah yang bagus untuk masa
depan anak.
DAFTAR PUSTAKA
Pratiwi
Arna, Antarini. 2005. Kekerasan
terhadap anak di mata anak Indonesia. Universitas Michigan
: Yayasan Pemantau Hak Anak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar