Kamis, 02 Juli 2015

Softskill Kesehatan Mental




PENGARUH CHILD ABUSE TERHADAP PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK




DWI LISTI RAMADHANI
2PA08
12513678

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS GUNADARMA




      
                                                          BAB  I                                                                      
                                                PENDAHULUAN
                                                                                                                 

A.Latar Belakang         

          Kedudukan anak dalam rumah tangga sebenarnya dalam posisi lebih lemah, lebih rendah karena secara fisik, mereka memang lebih lemah dari pada orang dewasa dan masih bergantung pada orang-orang dewasa di sekitarnya. Keluarga adalah lingkungan pertama dalam kehidupan anak, tempat dimana anak belajar dan menyatakan diri sebagai makhluk sosial. Keluarga memberikan dasar pembentukan tingkah laku, watak, moral dan pendidikan kepada anak. Pendidikan dalam keluarga sangat menentukan sikap seseorang, karena orangtua menjadi basis nilai bagi anak. Pola asuh, peran dan tanggung jawab yang dijalankan oleh orang tua dalam menerapkan disiplin pada anak bukan merupakan pekerjaan yang mudah, dimana kadang kala orang tua mengalami hambatan. Hambatan-hambatan tersebut berujung pada perlakuan yang salah kepada anak.

Kasus-kasus perlakuan salah yang menimpa anak-anak yang seringkali terjadi adalah kekerasan pada anak ( child abuse ). Kekerasan yang menimpa anak-anak, baik dari keluarga, sekolah, maupun lingkungan sekitar, terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Tingginya kekerasan pada anak memperlihatkan bahwa persoalan kekerasan menjadi persoalan yang amat serius, parahnya lagi kekerasan tersebut dilakukan oleh orang tua sendiri. Dimana orangtua seharusnya menjadi panutan atau contoh bagi anaknya, membimbing anaknya dengan baik serta bertanggung jawab atas tumbuh dan berkembangnya anak karena keluarga merupakan lingkungan pertama bagi anak untuk belajar dan menyatakan diri sebagai makhluk sosial.

Dari tahun ke tahun kekerasan pada anak ( child abuse ) selalu terjadi, pemicu kekerasan terhadap anak yang terjadi diantaranya adalah pertama, munculnya kekerasan dalam rumah tangga, terjadinya kekerasan yang melibatkan baik pihak ayah, ibu dan saudara yang lainnya menyebabkan tidak terelakkannya kekerasan terjadi juga pada anak. Anak seringkali menjadi sasaran kemarahan orang tua. Kedua, terjadinya disfungsi keluarga, yaitu peran orang tua tidak berjalan sebagaimana seharusnya. Ketiga, faktor ekonomi, yaitu kekerasan timbul karena tekanan ekonomi. Tertekannya kondisi keluarga yang disebabkan himpitan ekonomi adalah faktor yang banyak terjadi.

Tindak kekerasan terhadap anak merupakan salah satu bentuk pelanggaran hak asasi manusia. Dan merupakan perbuatan yang tidak mempunyai perasaan apalagi melakukan kekerasan terhadap anak kandung sendiri. Anak adalah anugerah dari Tuhan yang harus dijaga dan harus kita bina menjadi anak yang baik, bukan dengan melakukan kekerasan ( child abuse ) terhadap anak.

Faktor lain yang sering disalah gunakan oleh para Pendidik khususnya orang tua yaitu sebagai penerapan kedisiplinan anak. Padahal melakukan kekerasan terhadap anak sebagai pendisiplinan anak adalah salah besar karena anak nantinya bisa mengalami trauma dan mengalami gangguan mental maupun fisik, perkembangan emosional, dan perkembangan anak secara umum. Hal ini yang seringkali tidak diperhatikan oleh orang tua terhadap dampak jangka panjangnya. Anak yang sering mendapat perlakuan kasar dari orang tuanya akan sangat berbahaya bagi tumbuh kembang sang anak. Termasuk perkembangan kognitifnya, anak bisa mengalami keterlambatan dalam hal berbicara, menulis, berkarya, bersosialisasi terhadap lingkungannya, dll. Semua itu akan berdampak negatif sampai anak itu dewasa.

Kekerasan terhadap anak ( child abuse ) ini harus cepat mendapat perhatian dan para orang tua harus mendapat pendidikan khusus bagaimana merawat anak sedini mungkin dengan baik tanpa harus melakukan kekerasan. Agar tidak terjadi lagi kasus child abuse ini yang menimpa anak-anak diluar sana.

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

I .    CHILD ABUSE

Child abuse atau perlakuan yang salah terhadap anak didefinisikan sebagai segala perlakuan buruk terhadap anak oleh orang tua, wali, atau orang lain yang seharusnya memelihara, menjaga, dan merawat mereka.

Child abuse juga didefinisikan sebagai suatu kelalaian tindakan atau perbuatan orangtua atau orang yang merawat anak yang mengakibatkan anak menjadi terganggu mental maupun fisik, perkembangan emosional, dan perkembangan anak secara umum. Child Abuse dapat berupa tindakan kekerasan secara fisik, seksual, penganiyaan emosional, atau pengabaian terhadap anak. Kekerasan fisik adalah agresi fisik diarahkan pada seorang anak oleh orang dewasa. Hal ini dapat melibatkan meninju, memukul, menendang, mendorong, menampar, membakar, membuat memar, menarik telinga atau rambut, menusuk, membuat tersedak atau menguncang seorang anak. Disini Terdapat beberapa faktor penyebab Child Abuse. Salah-satu penyebab kekerasan terhadap anak adalah karena pengaruh keluarga, pengaruh ekonomi, maupun karena pengaruh genetika.

Menurut Buss (dalam Morgan, 1989), perilaku agresi adalah suatu perilaku yang dilakukan untuk menyakiti, mengancam atau membahayakan individu individu atau objek-objek yang menjadi sasaran perilaku tersebut baik (secara fisik atau verbal) dan langsung atau tidak langsung. Menurut Atkinson (1999), perilaku agresi adalah perilaku yang dimaksudkan untuk melukai orang lain atau merusak harta benda.  Menurut Goble (1987) agresi adalah suatu reaksi terhadapfrustrasi atau ketidakmampuan memuaskan kebutuhan-kebutuhan psikologis dasar dan bukan naluri.

Baron dan Bryne (2000) mendefinisikan perilaku agresi sebagai suatu bentuk perilaku yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya perilaku tersebut. Berdasarkan definisi tersebut didapat empat pengertian mengenai agresi, pertama adalah agresi merupakan suatu bentuk perilaku bukan emosi, kebutuhan atau motif kedua adalah si pelaku agresi mempunyai maksud untuk mencelakakan korban yang dituju, ketiga adalah korban agresi yaitu makhluk hidup bukan benda mati, sedangkan yang keempat adalah korban dari perilaku agresi ini tidak menginginkan atau menghindarkan diri dari perilaku pelaku agresi.

Jadi, dari pengertian teori agresi diatas dapat dihubungkan dengan orang tua yang melakukan kekerasan terhadap anaknya, walaupun anak tersebut tidak bisa menghindarkan diri dari perlakuan kasar  orang tuanya. Dan bentuk agresi ini adalah Fisik, aktif, langsung maksudnya adalah dengan Menikam, memukul, atau melakukan kekerasan secara langsung terhadap orang lain.

 

Menurut Gelles Richard.J (1982) mengemukakan bahwa Child Abuse (kekerasan terhadap anak) terjadi akibat kombinasi dari berbagai faktor, yaitu:

a.         Pewarisan Kekerasan Antar Generasi (intergenerational transmission of violence).

Banyak anak belajar perilaku kekerasan dari orang tuanya dan ketika tumbuh menjadi dewasa mereka melakuakan tindakan kekerasan kepada anaknya. Dengan demikian, perilaku kekerasan diwarisi  dari generasi ke generasi. Studi studi menunjukkan bahwa lebih kurang 30% anak-anak yang diperlakukan dengan kekerasan menjadi orang tua yang bertindak keras kepada anak anaknya.

Sementara itu, hanya 2 sampai 3 persen dari semua individu menjadi orang tua yang memperlakukan kekerasan kepada anak-anaknya. Anak-anak yang mengalami perlakuan salah dan kekerasan mungkin menerima perilaku ini sebagai model perilaku mereka sendiri sebagai orang tua. Tetapi, sebagian besar anak-anak yang diperlakukan dengan kekerasan tidak menjadi orang dewasa yang memperlakukan kekerasan kepada anak-anaknya.

 

b.         Stres Sosial (social stress)

Stres yang ditimbulkan oleh berbagai kondisi sosial meningkatkan risiko kekerasan terhadap anak dalam keluarga. Kondisi-kondisi sosial ini mencakup: pengangguran (unemployment), penyakit (illness), kondisi perumahan buruk (poor housing conditions), ukuran keluarga besar dari rata-rata (a larger than average family size), kelahiran bayi baru (the presence of a new baby), orang cacat (disabled person) di rumah, dan kematian (the death) seorang anggota keluarga. Sebagian besar kasus dilaporkan tentang tindakan kekerasan terhadap anak berasal dari keluarga yang hidup dalam kemiskinan.

Tindakan kekerasan terhadap anak juga terjadi dalam keluarga kelas menengah dan kaya, tetapi tindakan yang dilaporkan lebih banyak di antara keluarga miskin karena beberapa alasan.             

c.         Isolasi Sosial dan Keterlibatan Masyarakat Bawah

Orang tua dan pengganti orang tua yang melakukan tindakan kekerasan terhadap anak cenderung terisolasi secara sosial. Sedikit sekali orang tua yang bertindak keras ikut serta dalam suatu organisasi masyarakat dan kebanyakan mempunyai hubungan yang sedikit dengan teman atau kerabat.

 

d.         Struktur Keluarga

Tipe-tipe keluarga tertentu memiliki risiko yang meningkat untuk melakukan tindakan kekerasan dan pengabaian kepada anak. Misalnya, orang tua tunggal lebih memungkinkan melakukan tindakan kekerasan terhadap anak dibandingkan dengan orang tua utuh. Selain itu, keluarga keluarga di mana baik suami atau istri mendominasi di dalam membuat keputusan penting, seperti : di mana bertempat tinggal, pekerjaan apa yang mau diambil, bilamana mempunyai anak, dan beberapa keputusan lainnya, mempunyai tingkat kekerasan terhadap anak yang lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga keluarga yang suami istri sama sama bertanggung jawab atas keputusan keputusan tersebut.

 

e.           Kondisi anak

Anak yang mengalami cacat baik mental maupun fisik anak yang sulit diatur sikapnya, anak yang meminta permintaan khusus, ataupun berposisi sebagai anak tiri, anak angkat.

 

f.           Sosial

Nilai/Norma yang ada dimasyarakat yang kurang menguntungkan terhadap anak, misalnya dalam praktek pengasuhan anak, pembiasaan bekerja sejak kecil kepada anak yang berlindung atas nama adat budaya, misalnya dalam pola pengasuhan anak yang menekankan dan menjunjung tinggi nilai kepatuhan yang acap kali masyarakat membiarkan dan mentolerir kekerasan fisik (cambuk, pukul, tending dan tempeleng), verbal (berkata-kata kotor, mengumpat, damprat atau cemooh) maupun kekerasan dalam pengisolasian sosial. 

 

g.          Persepsi masyarakat

Masyarakat menilai bahwa persoalan kekerasan terhadap anak yang dilakukan keluarganya sendiri (orang tua) adalah urusan intern mereka sendiri. Mereka melakukan itu dalam rangka mendidik anak- anaknya yang bandel dan membangkang orang tua dan adanya anggapan bahwa anak adalah milik orang tuanya sendiri.

 

h.        Kondisi orang tua

Orang tua yang mengunakan alkohol, orang tua yang mengalami depresi atau gangguan mental, dan orang tua yang dulu dibesarkan dengan kekerasan cenderung meneruskan pendidikan tersebut kepada anaknya.

 

 I.     Faktor keluarga

Keluarga yang cenderung berada dalam keadaan yang kacau secara ekonomi dan lingkungan seperti, perceraian, pengangguran dan keadaan ekonomi kacau. Karena adanya tekanan ekonomi bagi orang tua yang tidak kuat untuk menghadapi akan menjadikannya semakin sensitif sehingga menjadi mudah marah, anak sebagai pihak yang terlemah dalam keluarga menjadi sasaran kemarahan. 

 

J.      Persepsi orang tua

Munculnya anggapan yang salah terhadap anak (wrong perception). Orang tua menganggap kehadiran anak sebagai hak paten yang dapat digunakan sesukanya sehingga pada akhirnya orang tua akan merasa bebas dalam memperlakukan anaknya sesuai dengan keinginannya, apapun yang dilakukan orang tua terhadap anak adalah hak orang tua. 

 

II. Dampak Child Abuse terhadap Perkembangan Kognitif Anak

 

Teori Piaget disebut teori kognitif karena pembahasannya mengenai masalah kognisi. Pengertiannya kognisi tidak hanya meliputi kemampuan berpikir saja, melainkan termasuk aspek-aspek: persespsi, ingatan, berfikir, symbol, penalaran dan pemecahan masalah (Singgih D. Gunarsa, 1981).

Vigotsky memandang bahwa sistem sosial sangat penting dalam perkembangan kognitif anak. Orangtua, guru dan teman berinteraksi dengan anak dan berkolaborasi untuk mengembangkan suatu pengertian.

Dampak dari kekerasan orang tua dapat menimbulkan trauma yang mendalam pada anak dan berakibat fatal terhadap terhambatnya perkembangan kognitif anak .  Speech delay adalah gangguan kognitif anak berupa keterlambatan bicara dan kesulitan yang dihadapi anak sehubungan dengan produksi kata-kata dan bahasa. Motoric delay adalah keterlambatan perkembangan anak sehubungan dengan kemampuan motoriknya. Jadi, otot-otot pada anak sulit untuk digerakkan. Gerakannya akan menjadi lambat, aktivitasnya juga terganggu dan paling parah adalah anak tak dapat berjalan.

Kemudian cerebral palsy adalah gangguan ketika otot-otot pada tubuh anak tidak mau mendengarkan perintah dari otaknya. Down syndrome adalah keterbelakangan pertumbuhan fisik dan mental anak. Terakhir adalah global developmental delay merupakan kondisi anak yang memiliki gangguan perkembangan baik itu motorik, kognitif, dan emosional.

Akibat pada tumbuh kembang anak Pertumbuhan dan perkembangan anak yang mengalami perlakuan salah, pada umumnya lebih lambat dari anak yang normal, yaitu:            

 a. Pertumbuhan fisik anak pada umumnya kurang dari anak-anak sebayanya yang tidak mendapat perlakuan salah

b. Perkembangan kejiwaan juga mengalami gangguan

 

Terdapat gangguan emosi pada: perkembangan kosnep diri yang positif, atau bermusuh dalam mengatasi sifat agresif, perkembangan hubungan sosialdengan orang lain, termasuk kemampuan untuk percaya diri.

Terjadi pseudomaturitas emosi. Beberapa anak menjadi agresif atau bermusuhan dengan orang dewasa, sedang yang lainnya menjadi menarik diri/menjauhi pergaulan. Anak suka ngompol, hiperaktif, perilaku aneh, kesulitan belajar, gagal sekolah, sulit tidur, tempretantrum, dsb. Dan dampak dari kekerasaan seperti ini yaitu anak jadi belajar untuk mengucapkan kata-kata kasar, tidak menghormati orang lain dan juga bisa menyebabkan anak menjadi rendah diri.

Bentuk kekerasan secara mental juga sering tidak terlihat, namun dampaknya bisa lebih besar dari kekerasan secara verbal. Kekerasaan seperti ini meliputi pengabaian orang tua terhadap anak yang membutuhkan perhatian, teror, celaan, maupun sering membanding-bandingkan hal-hal dalam diri anak tersebut dengan yang lain, bisa menyebabkan mentalnya menjadi lemah. Dampak kekerasan seperti ini yaitu anak merasa cemas, menjadi pendiam, belajar rendah diri, hanya bisa iri tanpa mampu untuk bangkit.

 

III.           Upaya Pencegahan atau solusi

 

Agar anak terhindar dari bentuk kekerasan seperti diatas perlu adanya pengawasan dari orang tua, dan perlu diadakannya langkah-langkah sebagai berikut:

- orang tua menjaga agar anak-anak tidak menonton / meniru adegan kekerasan karena bisa menimbulkan bahaya pada diri mereka. Beri penjelasan pada anak bahwa adegan tertentu bisa membahayakan dirinya. Luangkanlah waktu menemani anak menonton agar para orang tua tahu tontonan tersebut buruk atau tidak untuk anak.

 

- Jangan sering mengabaikan anak, karena sebagian dari terjadinya kekerasan terhadap anak adalah kurangnya perhatian terhadap anak. Namun hal ini berbeda dengan memanjakan anak.

 

- Tanamkan sejak dini pendidikan agama pada anak. Agama mengajarkan moral pada anak agar berbuat baik, hal ini dimaksudkan agar anak tersebut tidak menjadi pelaku kekerasn itu sendiri.

 

- Sesekali bicaralah secara terbuka pada anak dan berikan dorongan pada anak agar bicara apa adanya/berterus terang. Hal ini dimaksudkan agar orang tua bisa mengenal anaknya dengan baik dan memberikan nasihat apa yang perlu dilakukan terhadp anak, karena banyak sekali kekerasan pada anak terutama pelecehan seksual yang terlambat diungkap.

 

- Ajarkan kepada anak untuk bersikap waspada seperti jangan terima ajakan orang yang kurang dikenal dan lain-lain.

 

- Sebaiknya orang tua juga bersikap sabar terhadap anak. Ingatlah bahwa seorang anak tetaplah seorang anak yang masih perlu banyak belajar tentang kehidupan dan karena kurangnya kesabaran orang tua banyak kasus orang tua yang menjadi pelaku kekerasan terhadap anaknya sendiri.

 

 

  -  Prevensi primer-tujuan:

promosi orangtua dan keluarga sejahtera Individu  , Pendidikan kehidupan keluarga di sekolah, tempat ibadah, dan masyarakat , Pendidikan pada anak tentang cara penyelesaian konflik , Pendidikan kesehatan tentang kekerasan dalam keluarga.

 

  -  Mengurangi media yang berisi kekerasan , Mengembangkan pelayanan dukungan masyarakat, seperti: pelayanan krisis, tempat penampungan anak/keluarga/usia lanjut/wanita yang dianiaya , Kontrol pemegang senjata api dan tajam , Strategi pemulihan kekuatan dan percaya diri bagi korban child abuse dan Konseling profesional pada Keluarga dapat berupa edukasi orangtua dalam pola asuh anak.

 

 

 

IV.           ANALISIS

 

Child abuse atau perlakuan yang salah terhadap anak didefinisikan sebagai segala perlakuan buruk terhadap anak oleh orang tua, wali, atau orang lain yang seharusnya memelihara, menjaga, dan merawat mereka. Dalam teori kekerasan James Gilligan, ia berpendapat bahwa kekerasan merupakan lingkaran tragedi yang meliputi korban kekerasan dan juga pelaku/pencipta korban kekerasan, karena aksi manusia bersifat relasional baik dalam keluarga, sosial dan institusional. Kekerasan sulit untuk dicegah karena seringkali kekerasan yang terjadi, contohnya dalam keluarga telah menjadi bagian dari makrokosmos, budaya dan sejarah kekerasan itu sendiri. Tragedi yang dimaksud oleh Gilligan adalah para pelaku menderita kesedihan dan kesengsaraan lahir batin yang luar biasa hingga bisa menyebabkan kematian.

menurut St. Sunardi, kekerasan telah membudaya. Kekerasan tidak hanya terlihat dari kerusakan fisik manusia karena senjata tetapi telah masuk pada cara seseorang memandang orang lain, cara mendidik anak dan cara orang mengatasi konflik. Kekerasan telah menjadi ciptaan manusia dan cara hidup manusia. Dua teori kekerasan di atas memperlihatkan bahwa kekerasan menjadi sangat sulit untuk dipisahkan dari kehidupan manusia bahkan dari manusia itu sendiri, karena kekerasan telah menjadi sifat manusia, telah menjadi pilihan hidup seseorang dalam menyelesaikan masalah.

Dari analisa teori diatas dapat  diambil  contoh  kasus  yaitu “ Ayah  Cabuli  Anak Kandung Setiap Hari”. Polres Jakarta Barat membekuk pria berinisial DH (32) dari rumah kontrakannya di kawasan   Palmerah,  Jakarta  Barat.   DH   dicokok   lantaran   ulah  bejatnya   mencabuli anak kandungnya berinisial  T (14th)                                        

            Kasat Reskrim Polres Jakarta Barat AKBP Putu  Putera  Sadana mengatakan, DH     telah satu terakhir ini mencabuli  anak  kandungnya  tersebut.  "Korban  diancam  akan  dibunuh    dan dipukul.  Karena  takut ,  korban  tak  berdaya, " kata Putu,  di Polres Metro Jakarta Barat, Kamis (18/6/2015). Putu melanjutkan, pencabulan yang dilakukan DH ini sebenarnya telah diketahui oleh ibu HR (30) istri pelaku sekaligus ibu dari korban. Saat itu,  T melaporkan kasus ini ke wali kelasnya saat masih duduk di bangkus kelas VI salah satu SD.

            HR yang  mengetahui  kejadian  ini  pun  marah  dan  memilih  pisah ranjang dengan DH. Namun, DH sepertinya tidak mempedulikan dan kembali mengulangi perbuatannya mencabuli T hingga akhirnya dibekuk polisi. Atas  perbuatannya, DH  terancam  melakukan pelanggaran Pasal 81 UU RI No. 35 tahun 2014  tentang Perlindungan  Anak  dengan ancaman hukuman 15 tahun masa kurungan. "Namun karena korbanya anak kandung, kuat kemungkinan hukuman bertambah dengan 2/3 hasil putusan pengadilan," tambah Putu.

 

 

 


 

 

Sumber : http://metro.sindonews.com/read/1014202/170/edan-ayah-cabuli-anak-kandung-setiap-hari-1434622319

 

 

 

BAB III

PENUTUP

 

3.1 KESIMPULAN

Kekerasan terhadap anak adalah segala bentuk perlakuan baik secara fisik maupun psikis yang berakibat penderitaan terhadap anak. Ada berbagai penyebab terjadinya kekerasan terhadap anak salah-satunya adalah karena pengaruh keluarga, pengaruh ekonomi, maupun karena pengaruh genetika. Kekerasan yang dialami oleh anak akan berdampak pada perkembangan kognitifnya, perilakunya,dll. Dan seharusnya orang tua tidak perlu melakukan kekerasan terhadap anaknya bila ingin mendidiknya supaya menjadi anak yang disiplin atau semacamnya. Karena akan berdampak sangat buruk bila anak sudah besar nanti. Maka dari itu orang tua harus mendidik anak dengan cara yang benar bukan dengan cara kekerasan fisik.

3.2 SARAN

Kekerasan memang tidak dapat ditolerir, apalagi terhadap anak. Menyarankan agar orangtua bahkan semua orang 'bergerak' bila mengetahui anak mengalami kekerasan. Tidak perlu ragu meski pelaku kekerasan datang dari kerabat atau pasangan Anda sendiri. Sebab bila ada seseorang yang mengetaui ada anak mendapat kekerasan, namun tidak ada tindakan akan terancam tahanan 5 tahun penjara sesuai pasal 78 Tahun 2002. Pencegahan dapat dilakukan dengan mengurangi kemungkinan terjadinya kekerasan pada anak & di rumah tangga. Pencegahan primer dapat dilakukan dengan melakukan pendidikan kesehatan sekitar child abuse & mengidentifikasi resiko terjadinya child abuse.Berpikir untuk bertindak menyudahi kekerasan ini merupakan langkah yang bagus untuk masa depan anak.

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Pratiwi Arna, Antarini. 2005. Kekerasan terhadap anak di mata anak Indonesia. Universitas Michigan : Yayasan Pemantau Hak Anak.             

http://id.scribd.com/doc/39800308/Child-Abuse-pada-anak 

http://en.wikipedia.org/wiki/Child_abuse 

http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2014/05/140506_kekerasan_anak.shtml

http://herdianaheri.blogspot.com/2012/05/kekerasan-orang-tua-terhadap-anak.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Kekerasan_terhadap_anak

http://yosephineyohana.blogspot.com/2013/09/penyebab-kekerasan-terhadap-anak.html

http://www.smallcrab.com/anak-anak/550-beberapa-jenis-kekerasan-pada-anak

http://www.artikelkesehatan99.com/teriakan-orang-tua-berpengaruh-buruk-pada-mental-anak/

https://www.facebook.com/NutrisiTumbuhKembangAnak/posts/218433828315924